Senin, 15 Agustus 2011

CINTA SANG AYAH PADA ANAKNYA

Sebut saja namanya Pak Yusuf, laki-laki kelahiran Makasar 43 tahun silam. Laki-laki empat bersaudara yang lahir dari rahim seorang perempuan keturunan Tionghoa dari seorang ayah yang beristrikan tiga orang. Istri yang pertama seorang keturunan Belanda, istri kedua seorang perempuan asli Maksassar dan istri ketiga yakni ibu Pak Yusuf. Sejak kecil Pak Yusuf diasuh oleh ibunya, penganut Katolik yang taat, dia pun dimasukkan ke sekolah Katolik dengan harapan bisa mendalami agama yang dianut oleh keluarga ibunya.Ayah Pak Yusuf seorang muslim tapi tidak pernah mengajari Pak Yusuf juga saudara sekandungya tentang Islam.

Setelah menamatkan sekolah pertamanya Pak Yusuf merantau ke Kendari.Pekerjaan apapun dia terima demi menyambung hidup, di sana pula Pak Yusuf menemukan tambatan hatinya yang kemudian dinikahinya dan keputusan besar dalam hidup Pak Yusuf diambil, Pak Yusuf menjadi mualaf sejak tahun 1993. Setahun kemudian putri pertama mereka lahir. Keluarga kecil ini memulai untuk merintis usaha kecil-kecilan dengan membuka warung sembako. Alhamdulillah usaha mereka lancar dan banyak keuntungan yang mereka dapatkan. Istrinya menyisihkan keuntungan itu sedikit demi sedikit. Pada tahun 1996 lahir putra mereka yang kedua. Lengkap sudah kebahagiaan mereka, dua orang anak, laki-laki dan perempuang. Tahun 1997 istrinya pergi menunaikan Rukun Islam yang kelima.

Hidup manusia seperti roda yang selalu berputar. Manusia hanya boleh berencana namun hasil sepenuhnya adalah hak dari Sang Maha Penentu. Perlahan usaha Pak Yusuf dan istriya mengalami kemunduran. Sejak itulah Pak Yusuf banting stir, bekerja apa saja asalkan untuk bisa menafkahi keluarganya.Dan sejak tiga tahun yang lalu Pak Yusuf memgawali "karirnya" sebagai kuli di sebuah toko bersama seorang perantau dari Sidoarjo, Jawa Timur. Mereka berdua sudah layaknya saudara sendiri.

Tiga tahun bekerja sebagai kuli bangunan rupanya membuat Hartono, teman Pak Yusuf itu mempunyai ide untuk mengajak Pak Yusuf merantau, tak tanggung-tanggung, Hartono mengajak Pak Yusuf ke Sumatera katanya mau mencari pekerjaan sebagai kuli di pertambangan. Demi rasa tanggung-jawab pada keluarga dan keinginan besaranya ingin menyekolahkan Reny, putri sulungnya di  sekolah kebidanan maka Pak Yusuf mengikuti ajakan Hartono. Pakaian dan bekal uang secukupnya sudah didapatkan. Tujuan pertama mereka adalah Sidoarjo karena Hartono ingin berpamitan pada keluarganya. Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan dengan kapal laut dan kereta api akhirnya sampailah mereka ke Stasiun Sidoarjo. Tak ada prasangka sedikitpun yang ada dibenak Pak Yusuf terhadap Hartono karena selama dia kenal tak sekalipun Hartono melakukan tindakan yang merugikan Pak Yusuf. Sesampainya di Stasiun Sidoarjo mereka ke kamar kecil secara bergantian. Awalnya Hartono yang masuk lebih dulu, Pak Yusuf bertugas menjaga barang-barang bawaan mereka, kemudian giliran Pak Yusuf yang ke kamar kecil dan Hartono yang bertugas menjaga barang-barang.

Inilah lakon hidup manusia. Teman kerja, sesama kuli toko yang selama tiga tahun sudah dianggap sebagai keluarga sendiri dan karena ajakannya pula Pak Yusuf membulatkan tekad meninggalkan istri dan anak-anaknya untuk merantau ke Sumatera namun ternyata Hartono tak lebih dari musang berbulu domba. Saat Pak Yusuf keluar dari kamar kecil Hartono teryata sudah raib bersama  barang-barang milik Pak Yusuf juga uang untuk bekal yang dititipkan pada Hartono. Awalnya, Pak Yusuf masih berprasangka baik pada sahabatnya itu. “Ah, mungkin saja Hartono lagi jalan keluar cari makan”, pikir Pak Yusuf. Namun ternyata prasangka baik itu tidak terbukti. Tiga hari lamanya Pak Yusuf berada di Stasiun Sidoarjo menunggu keajaiban, Hartono akan datang menemuninya. Ya, tiga hari tanpa bekal sesenpun dan hanya dengan pakaian yang melekat di tubuhnya. Untuk makan Pak Yusuf mengandalkan pemberian dari orang-orang yang bersimpati padanya. Pada hari ketiga atas saran dari seseorang di stasiun Pak Yusuf di suruh datang ke Kantor Dompet Dhuafa Jawa Timur.

Saat datang ke Kantor Dompet Dhuafa kondisi Pak Yusuf sangat mengenaskan. Dia mengenakan kaos lengan pendek, celana jeans pendek, buntalan di kantong plastik hitam yang ternyata pemberian seseorang sewaktu Pak Yusuf menggelandang di Stasiun Sidoarjo. Setelah mendengarkan kisahnya akhirnya Pimpinan Dompet Dhuafa Jatim memutuskan untuk membelikan tiket kapal laut sampai Bau Bau dan memberinya uang untuk bekal selama dalam perjalanan dan ongkos dari Bau Bau ke Kendari. Salah satu sumber dana Dompet Dhuafa diperoleh dari zakat ummat, Pak Yusuf masuk dalam salah satu asnaf yang berhak untuk menerima zakat yakni seorang musafir.


Subhanallah, betapa senangnya Pak Yusuf menerima bantuan itu. Dia sampai mau bersujud di hadapan Pimpinan Dompet Dhuafa Jatim, mengucapkan terima kasih ke semua yang ada di situ dengan bercucuran air mata. Ketika hendak keluar kantor  Pak Yusuf tiba-tiba bilang “Maaf Pak, apa ada kaos untuk ganti kaos saya yang sudah kumal ini?”,tanyanya.
Kami semua sontak kaget, kami bahkan tak sempat memikirkan hal itu. Alhamdulillah, di kantor ada donasi pakaian pantas pakai yang belum disalurkan dan setelah menerima pakaian itu lagi-lagi Pak Yusuf tiada hentinya mengucapkan terima kasih. Dengan diantar salah seorang staff untuk membeli tiket kapal Pak Yusuf meninggalkan kantor namun lagi-lagi baru saja keluar kantor Pak Yusuf masuk lagi, kali ini bukan ingin meminta sesuatu lagi tapi “Pak, kalau saya mau mengirimkan jambu mete dialamatkan kemana  ya?”, pertanyaannya lagi-lagi membuat kami terperangah. Belum lagi Pak Yusuf menikmati bantuan dari Dompet Dhuafa tapi dia sudah ingin membalasnya dengan kebaikan yang lain…..Subhanallah……………

Surabaya, 15 Agustus 2011
Zaida Zakiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar